Debu-debu Istana Timur berbisik tentangnya. Putri Li Wei, dulu Matahari kekaisaran, kini hanyalah bayangan yang berjalan di antara pilar-pilar marmer yang retak. Hatinyalah yang retak pertama kali, remuk oleh janji cinta yang menjadi tombak perebutan kekuasaan. Kekasihnya, Pangeran Zhang, menikamnya bukan dengan pedang, melainkan dengan ambisi. Ia mengkhianati cintanya, merampas takhtanya, dan membiarkannya hancur di hadapan istana yang bergemuruh.
Li Wei, bunga Lotus yang pernah tumbuh subur di taman kerajaan, layu menjadi duri yang tersembunyi. Ia kehilangan segalanya: cinta, keluarga, dan harga diri. Di balik kerudung sutra yang menutupi wajahnya yang pucat, tersembunyi mata yang dulu cerah, kini membara dengan api dendam yang TENANG.
Tiga tahun berlalu. Li Wei belajar. Ia belajar membaca pikiran, merangkai kata menjadi senjata, dan menenun intrik sehalus sutra. Ia mengasah otaknya menjadi pedang yang lebih tajam dari baja termahal. Ia tidak berteriak. Ia tidak meratap. Ia MERENCANAKAN.
Pada hari penobatan Zhang sebagai Kaisar, mahkota keemasan bertahtakan batu safir LENYAP. Di tengah kekacauan dan tuduhan, Li Wei muncul. Ia berdiri di antara para penjaga dan bangsawan, wajahnya tertutup kerudung, auranya setenang dan sedingin danau beku.
"Mahkota itu tidak dicuri," ucapnya, suaranya lirih namun menggema di seluruh aula. "Mahkota itu kembali ke tempatnya."
Kemudian, ia mengungkap sebuah mekanisme tersembunyi di lantai marmer. Di bawahnya, sebuah peti tersembunyi terbuka, menampilkan mahkota yang hilang. KEHENINGAN TOTAL.
"Keajaiban!" seru seseorang. "Dewata telah turun tangan!"
Tapi Li Wei tahu. Itu bukan keajaiban. Itu adalah buah dari kesabaran, kecerdasan, dan ketenangan yang mematikan. Ia telah merencanakan semua ini selama tiga tahun. Setiap langkah, setiap bisikan, setiap gerakan, telah diperhitungkan dengan cermat. Ia telah menanam benih kekacauan dan memanennya dengan sempurna.
Zhang menatapnya dengan ngeri, menyadari bahwa ia telah meremehkan wanita yang pernah ia hancurkan. Tapi terlambat. Aula istana telah berubah menjadi panggung dramanya, dan ia, sang Kaisar yang baru dinobatkan, hanyalah wayang dalam pertunjukannya.
Li Wei perlahan mengangkat kerudungnya. Di wajahnya, tidak ada amarah. Hanya ketenangan yang mempesona, seperti bunga yang mekar di tengah reruntuhan perang. Ia tersenyum tipis. Senyuman yang lebih mematikan dari pedang.
"Kalian menyebut ini keajaiban?" tanyanya, menatap langsung ke mata Zhang. "Ini hanya permulaan."
Lalu, ia berbalik dan berjalan keluar dari istana, meninggalkan Zhang dan mahkotanya yang ternoda di belakang... karena sesungguhnya, ia akhirnya mengerti bahwa mahkota sejatinya tidak terletak di kepalanya, melainkan di dalam dirinya.
You Might Also Like: 0895403292432 Reseller Skincare Bisnis
0 Comments: